Selasa, 22 Desember 2015

Figur Utusan Allah SWT

Umat selalu mendambakan figur utusanNya yang sesuai kriteria yang ideal, rupawan, bangsawan atau setidaknya dari kalangan agamawan. Lha kok yang muncul malah dari penggembala kambing, anak pungut dari bangsa budak, bahkan anak yang lahir tanpa bapak. Materi dakwah islam online. Di sinilah Allah menunjukkan kepada kita bahwa kriteria manusia tidak sama dengan kriteria-Nya dalam melihat siapa “orang mulia” itu. Allah tidak suka diatur-atur kehendak manusia dalam menentukan utusan-Nya.

Merasa masih baik, Alasan Rasul dihadirkan Tuhan di tengah umat adalah kondisi akhlak umat yang sudah rusak. Biasanya mereka adalah umat Rasul sebelumnya yang sudah sekian lama ditinggal wafat Nabinya. Nah, Rasul hadir untuk meluruskan kembali cara hidup dan cara ibadah manusia. Anehnya, alasan penolakan yang dikemukakan justru berawal dari keyakinan bahwa mereka masih setia memegang teguh ajaran Rasul yang diturunkan sebelumnya. Padahal Rasul yang datang kemudian tersebut datang untuk mengajak umat kembali kepada ajaran Rasul terdahulu yang telah diselewengkan.


“Dan apabila dikatakan kepada mereka, “janganlah berbuat kerusakan di bumi!”. Mereka menjawab, “sesungguhnya kami justru orang yang melakukan perbaikan!”. “Ingatlah, sesungguhnya merekalah yang berbuat kerusakan tetapi mereka tidak menyadari”. (Qs. 2:11-12). “Bahkan mereka berkata: Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama, dan sesungguhnya kami orang-orang yang mendapat petunjuk dengan (mengikuti) jejak mereka”. (Qs. 43:22)

Ajaran yang dibawa. Umat dalam kerusakan, Rasul datang membawa perbaikan. Tentu ada perbedaan yang sangat tajam. Rasul datang membawa obat, penyakit moral sedemikian kronis menjangkiti masyarakat. Apa yang dibawa dan ditawarkan oleh sang juru selamat bertolak belakang dengan tradisi dan harapan umat. Manusia terbiasa hidup bebas menuruti keinginan, sementara Rasul membawa aturan Tuhan yang serba mengikat, “Sungguh, kami telah datang membawa kebenaran kepada kamu, tetapi kebanyakan di antara kamu benci pada kebenaran itu”. (Qs. 43:78). “Dan sungguh, Kami telah memberikan kita (Taurat) kepada Musa, dan Kami susulkan setelahnya dengan Rasul-rasul, dan Kami telah berikan kepada Isa putra Maryam bukti-bukti kebenaran serta Kami perkuat dia dengan Ruhulkudus (Jibril). Mengapa setiap Rasul datang kepadamu (membawa) sesuatu (pelajaran) yang tidak kamu inginkan, lalu sebagian kamu dustakan dan sebagian kamu bunuh?” (Qs. 2:87)
Baca Juga: Menolak yang Dinanti

Dulurku, kerinduan akan hadirnya sang juru selamat di akhir jaman ini dirasakan banyak pihak. Agama-agama besar dunia juga mengimani hal tersebut. Satrio Paningit, Imam Mahdi, Juru Selamat, Mujaddid atau apapun sebutannya, dialah sosok yang dinanti-nanti. Di saat penantian itu tiba-tiba muncul sosok dari antah berantah mengaku sebagai juru selamat. Dia bukan ilmuwan, agamawan, apalagi hartawan. Dia wong ndeso, misalnya. Apalagi ajaran dan tafsir agamanya asing dan kerap berseberangan dengan para pakar agama dan mainstream.

Perilakunya persis teladan para Nabi tapi tak pernah muncul di koran atau televisi. Seruannya kongruen dengan kitab suci tapi bukan ahli ngaji. Pertanyaannya, siapkah umat ini menerima kedatangannya? Bagaimana jika kapasitas keilmuan lahir, performa fisik maupun status sosial dari figur tersebut jauh dari bayangan kita? Bagaimana kita tahu bahwa figur tersebut belum hadir? Bagaimana pula jika sosok yang dinanti itu ternyata sosok yang dibenci? Bismilah.

Minggu, 20 Desember 2015

Menolak yang Dinanti? Astaghfirullah…

“Kerinduan akan hadirnya sang juru selamat di akhir jaman ini dirasakan banyak pihak. Agama-agama besar dunia juga mengimani hal tersebut. Kumpulan contoh dakwah islam singkat Satrio Paningit, Imam Mahdi, Juru Selamat, Mujaddid atau apapun sebutannya, dialah sosok yang dinanti-nanti. Di saat penantian itu tiba-tiba muncul sosok dari antah berantah mengaku sebagai juru selamat. Dia bukan ilmuwan, agamawan apalagi hartawan. Dia wong ndeso, misalnya. Apalagi ajaran dan tafsir agamanya asing dan kerap berseberangan dengan para pakar agama dan mainstream.”

Agama-agama yang ada saat ini, hampir semuanya, dulunya lahir di tengah krisis yang dialami masyarakat. Krisis multidimensi biasanya menjadi alasan setiap peradaban mendambakan datangnya seorang penyelamat. Allah pun menjawab doa-doa umat-Nya dengan mengirimkan hamba terpilih-Nya menyampaikan pesan-Nya, membimbing dan menjadi guru baiat. Uniknya sejarah selalu mencatat, hampir semua proses hadirnya utusan Allah di muka bumi selalu diwarnai pengingkaran dan penolakan umat. Kenapa begitu?


Sebagai umat yang datang kemudian, kita jangan buru-buru menyalahkan begitu saja umat yang mendustakan para Rasul itu. Karena pasti ada alasan kuat, mengapa hampir setiap mendustakan, mengingkari dan menolak setiap periode kerasulan. Mari coba kita telusuri bagaimana kondisi sosio psikologis masyarakat saat itu kaitannya dengan sosok utusan Allah yang datang.

Seandainya kita hidup di masa itu, kita pun mungkin akan bersikap sama dengan mereka, mendustakan Rasul. Disparitas kriteria figur. Yang biasa tertanam dalam benak dan pikiran banyak orang dari dulu sampai kini, kriteria untuk seorang tokoh tentu sama. Piawai berorasi, berwibawa, dari kalangan berada. Ada kesenjangan antara harapan manusia dengan kehendak Allah berkaitan dengan performa lahir seorang Rasul.

Baca Juga: Potret Kehidupan Pasca Ramadhan

Umat selalu berfikir bahwa yang pantas menjadi utusan Tuhan adalah mereka yang mempunyai tempat di hati masyarakat. Ilmuwan, agamawan, hartawan dan publik figur lainnya. Namun ternyata Allah menjungkirbalikkan harapan nafsu manusia dengan senantiasa mengutus seorang Rasul dari kalangan Ardzalun, Ummi (bodoh baca tulis) dan orang biasa dalam pandangan lahir.

Nabi Musa.as hanyalah seorang anak pungut dari bangsa budak di jaman itu. Firaun adalah maharaja yang sangat berkuasa dan mengaku menjadi Tuhan. Apa jadinya bila kemudian sang budak mengaku utusan Tuhan dan memerintahkan sang raja untuk mentaatinya?

Nabi Soleh.as yang hanyalah penggembala kambing dan dari keluarga biasa saja. Semua orang tahu dia tidak bisa baca tulis, apalagi ahli agama. Tahu-tahu menjelang dewasa dia mengaku sebagai Nabi. Nabi Isa.as hanyalah seorang anak yang lahir dari seorang perempuan tanpa suami. Tumbuh besar hanya dalam asuhan ibu dan keluarga terdekatnya. Menjelang dewasa kemudian tiba-tiba mengaku sebagai utusan Allah yang dinanti itu dan menantang ajaran para alim agama saat itu. Kejadian Muhammad pun demikian.

“Dan mereka (juga) berkata: Mengapa Al Quran ini tidak diturunkan kepada orang besar (kaya dan berpengaruh) dari salah satu (di antara) dua negara (Makah dan Thaif)?” (Qs. 43:31) bersambung...

Jumat, 18 Desember 2015

Potret Kehidupan Pasca Ramadhan

Jika Ramadhan hanya dimaknai sebatas “ditahan atau menahan” berarti akan “dilepas atau terlepas” kembali setelahnya. Maka tidaklah heran jika banyak orang berpuasa dibulan ramadhan tetapi setelah itu hidupnya kembali menjalani gaya hidup masa lalunya. Pembakaran dimaksudkan untuk mematikan segala sesuatu yang duniawi dalam diri seseorang yang mendatangkan azab Allah, seperti percabulan, kenajisan, hawa nafsu, nafsu jahat dan juga keserakahan, penyembahan berhala, amarah, lidah dusta, fitnah dan kata-kata kotor serta segala tindak Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).
Kemenangan hari Ramadhan


Saat ini, bangsa Indonesia telah merdeka dari penjajahan, Umat Muslimpun telah mengalami kemenangan, namun pertanyaannya apa yang akan kita lakukan dalam mengisi kemerdekaan dan kemenangan yang telah diraih? Ada pandangan umum yang mengatakan: “Lebih mudah membangun dari pada memelihara. Lebih mudah memulai dari pada meneruskan.” Mengapa demikian? Nampaknya, memelihara sesuatu yang sudah ada dan meneruskan suatu pekerjaan yang baik adalah suatu hal yang sulit dilakukan. Bagaimana dengan kehidupan spiritual kita pasca Ramadhan, apakah kesulitan semacam ini juga muncul?

Sebagai umat yang telah melewati Ramadhan dan menyambut Idul Fitri Jangan lagi hidup dalam kebiasaan dosa yang lama karena kita telah meninggalkan manusia lama serta kelakuannya, dan telah mengenakan manusia baru yang terus-menerus diperbaharui untuk memperoleh pengetahuan yang benar menurut ajaran Firman Allah.

Oleh karena itu, marilah kita hidup dengan penuh belas kasihan, kemudrahan hati, kerendahan hati, kelembahlembutan dan kesabaran. Sabarlah seorang terhadap yang lain, dan saling memaafkan apabila yang seorang menaruh dendam terhadap yang lain, sama seperti Allah pun telah mengampuni kita maka seharusnya kita juga berbuat demikian. Marilah kita hidup dengan penuh kasih sayang sebagai pengikat yang mempersatukan satu sama lain. Hendaklah kedamaian dan ketenangan mendiami hati kita, karena untuk itulah kita dibaharui. Hendaklah perkataan baik dan penuh bijak sebagai kekayaan kita sehingga kita dengan bijaksana pula mengajar dan menegur seorang akan yang lain. Segala sesuatu yang kita lakukan dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu karena Allah, sambil mengucap syukur alhamdulilah.

Baca Juga: Kemenangan di hari Kemerdekaan

Seorang isteri yang telah dibaharui, hendaklah tunduk kepada suamimu sebagaimana seharusnya di dalam Allah. Selanjutnya bagi para suami, cintailah isterimu dan janganlah berlaku kasar terhadap dia. Sebagai seorang anak, taatilah orang tuamu dalam segala hal, karena itulah yang indah di dalam ALlah. Sebagai orang tua, janganlah sakiti hati anakmu, supaya jangan tawar hatinya. Sebagai karyawan atau pekerja, taatilah pemimpin atau majikanmu yang di dunia ini, jangan hanya di hadapan mereka saja untuk menyenangkan mereka, melainkan dengan tulus hati karena takut akan Allah. Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Allah dan bukan untuk manusia. Bagi para pemimpian atau majikan, berlakulah adil dan jujur terhadap karyawan atau rakyatmu; ingatlah, kamu juga mempunyai Tuan atau pemimpin di surta.

Sadarilah bahwa kehidupan lama telah berlalu bersama bulan ramadhan dan telah digantikan dengan kehidupan yang dibaharui dibulan penuh kemenangan ini. Marilah kita hidup sebagai hamba-hamba Allah yang hanya menghambakan diri kepada Allah SWT. Amin.

Kamis, 17 Desember 2015

Kemenangan di Hari Kemerdekaan

Apapun keadaan yang sedang dialami oleh masyarakat, datangnya bulan Agustus pada setiap tahun dijadikan momentuk untuk mengingat kembali peristiwa yang amat penting, yaitu hari kemerdekaan bangsa Indonesia, yang jatuh pada tanggal 17 Agustus 1945. Pada hari itu, Ir. Soekarno dan Mohammad Hatta atas nama bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaan.

Peristiwa itu dikenang oleh bangsa Indonesia secara mendalam, karena merupakan puncak dari serentetan perjuangan yang luar biasa, yang dilakukan oleh bangsa Indonesia selama berpuluh-puluh tahun lamanya. Berbagai pengorbanan baik berupa jiwa, harta dan bahkan raga sekalipun diberikan untuk meraik kemerdekaan itu. Hingga sampai proklamasi dikumandangkan, sudah tidak terhitung lagi jumlah harta, jiwa dan raga yang harus dibayarkan.
Semangat Hari Kemerdekaan

Para pemimpin dan pejuang bangsa ini merebut status kemerdekaan dari penjajah Belanda dan kemudian juga Jepang untuk meraih cita-citanya, yaitu menjadi bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat adil dan makmur. Mereka telah menyadari, betapa berat penderitaan yang dirasakan oleh rakyat dengan status terjajah. Kekayaan ekonominya dirampas, harkat dan martabatnya ditindas, diperbodoh dan tidak diperlakukan sebagai layaknya manusia yang memiliki hak-hak kehidupan.

Atas dasar kenyataan itu maka kemerdekaan dirasakan sebagai kekayaan yang tidak ada taranya. Demikian pula peristiwa itu dipandang sebagai hasil perjuangan dan pengorbanan dari semua pihak, yang kemudian mendapatkan karunia Allah yang luar biasa besarnya. Oleh karena itu peristiwa tersebut selalu dikenang dan diperingati dengan berbagai bentuk dan caranya sendiri sebagai ungkapan rasa syukur yang mendalam.

Sangat menarik karena peringatan kemerdekaan kali ini hampir bertepatan dengan perayaan hari Idul Fitri yang juga sering disebut sebagai hari kemenangan bagi kaum Muslim setelah sebulan lamanya berjuang keras melawan hawa nafsu dan segala perbuatan dosa melalui puasa pada bulan ramadhan. Ternyata sejarah mencatat bahwa untuk hidup dan meraih kemenangan atau kemerdekaan haruslah melalui proses perjuangan.

Ya, perjuangan dalam mengalahkan musuh-musuh penjajahan. Hal ini juga berlaku dalam kehidupan spiritual setiap insan. Setiap umat Islam sebelum masuk dan merayakan Idul Fitri, ia haruslah terlebih dahulu melewati bulan Ramadhan. Bulan Ramadhan secara bahasa berarti sangat panas atau terbakar. Hal ini menggambarkan sesuatu yang tidak mudah dijalani, namun bulan Ramadhan juga dikenal sebagai bulan penuh berkah. Tentunya ini menimbulkan tanda tanya, bagaimana bulan yang sangat panas namun penuh berkah?






Baca Juga: Etika dalam Islam

Sesuai dengan arti bahasanya maka Ramadhan tidak boleh hanya dimaknai secara fisik apalagi simbolik dengan menahan lapar dan haus. Ramadhan juga tidak boleh dimaknai hanya sekedar menahan hawa nafsu tetapi haruslah juga dimaknai sebagai proses pembakaran dosa-dosa. Sebagaimana cara untuk membersihkan kotoran apalagi kotoran yang sudah berkarat pada sebuah benda adalah melalui dibakar, emas murni pun diperoleh dengan cara dibakar dalam suhu yang sangat panas.

Olehnya, Setiap insan yang menyadari keadaannya penuh dengan kekotoran noda dan dosa haruslah rela dan ikhlas untuk dimurnikan melalui proses yang sangat panas. Sudah tentu, untuk melepas kebiasaan buruk dalam berkata-kata kasar dan kotor, emosi yang meledak-ledak, mengkonsumsi khamer, nafsu perzinahan dan lain sebagainya adalah bukan hal mudah dalam diri seseorang. Namanya dibakar pastilah sangat sakit dan sulit, tak jarang ada juga sebagian yang gagal dalam menjalaninya namun bagi mereka yang tekun, sabar dan ikhlas mengikuti proses pembakaran hingga akhir akan mengalami kemenangan menjadi pribadi yang dimurnikan dan dibaharui.

Rabu, 16 Desember 2015

Pernikahan, Lembaga Kecil Ilahi

Surah Yunus 56 Katakanlah: “Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.

Pernikahan adalah hadiah yang diberikan Allah SWT bagi seorang pria dan wanita. Pasti jawaban setiap orang dewasa di dunia ini kalau ditanya apakah anda mau menikah? Ya, jarang kita dengar jawabannya, mudah-mudahan atau tidak. Pernikahan berasal dari Allah diberikan kepada laki-laki dan perempuan dewasa dengan cinta kasih sayang yang bersemi dihati kedua insan dan diikat dengan komitmen untuk membangun masa depan.

Pernikahan adalah karunia/kurnia

Di dalam Al Qur’an surah Al Jumuah 4 Demikianlah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah mempunyai karunia yang besar. Dan surah Yunus 58 Katakanlah: “Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.”

Secara signifikan ayat di atas memang tidak begitu berhubungan dengan sebuah histori pernikahan, tetapi sangat penting bagi setiap insan yang merencanakan pernikahan, khususnya pemuda pemudi yang sudah mulai memikirkan dan membicarakan masa depan dengan pasangannya. Sebagai dasar yang suci bahwa sebuah pernikahan adalah rencana Allah sendiri bukan rencana manusia, untuk mengungkapkan hal itu kita sebagai manusia harus mengakui bahwa pernikahan adalah karunia atau sebuah kurnia yang diberikan Tuhan bukan sesuatu yang harus segera dilaksanakan, dipaksakan ataupun benda yang dapat dibeli dengan harga yang murah atau pun mahal. Pernikahan adalah karunia artinya ada rencana dan potensi yang luar biasa di dalamnya menyangkut generasi yang akan datang.

Tetapi apa yang terjadi dengan pernikahan saat ini? Banyak masalah-masalah yang terjadi, kekecewaan yang berlarut-larut, kepada pasangan, kebohongan dan perceraian. Menikah hari ini dan besok, bulan depan atau tahun depan bisa berpisah dengan seenaknya!

Baca Juga: Hijab bagi wanita Muslim

Apa kata kitab pada awalnya (Sabda Isa, “Tidakkah kamu baca bahwa Dia, yang menciptakan manusia, dari mulanya telah menjadikan laki-laki dan perempuan? Firman-Nya, ‘Oleh sebab itu, seorang laki-laki akan meninggalkan ayah serta ibunya dan hidup bersama-sama dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi satu.’ Dengan demikia mereka bukan lagi dua melainkan satu. Sebab itu apa yang sudah dipersatukan oleh Allah janganlah dipisahkan oleh manusia.” [dikutip dari Kitab Al Injil).

Kalau manusia selalu berpikir bahwa pernikahan adalah buatan manusia, Allah Sang penyayang tidak usah ikut campur, maka tidak heran kualitas dalam suatu pasangan ataupun sebuah keluarga sangatlah tidak kuat, mudah goyah dan menunggu kehancuran. Menikah bukanlah umur jagung atau berusia 10 sampai 50 tahun, tetapi selamanya kecuali mautlah yang dapat memisahkan.

Pernikahan adalah lembaga yang dibangun oleh Allah, karena melalui pernikahan yang berkualitas akan melahirkan bangsa yang hebat.

Indahnya ber-Hijab bagi Wanita Muslim

Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (Al-Ahzab: 59)

Seorang wanita telah diciptakan oleh Allah sungguh amat indah, oleh karenanya akan sangat begitu indah ketika kita ditutupi oleh sebuah kerudung yang insya allah senantiasa melindungi kita dari berbagai macam godaan duniawi.


Tidakkah kita ingin dilindungi? Bukankah Allah telah berjanji untuk melindungi kita? Yakinlah, Allah tidak akan pernah mengingkari janjiNya. Hakekat wanita adalah indah, dengan jilbab inner beauty kita akan terpancar dengan dahsyatnya keindahan yang dianugerahi oleh sang kekasih, Allah SWT. Dan telah ditugaskan dalam Al-Quranul karim surat An-Nur: 31 bahwa: Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putra-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. Nah, inilah bukti betapa seorang wanita soleha dilindungi, dijaga dan dikasihi oleh islam. Pertanyaan yang selalu hadir, sulitkah menjadi seorang wanita soleha? Jawabannya tentu tidak, hanya saja kita perlu menghargai proses yang senantiasa hadir dalam fenomena hidup. Dengan niat yang kuat disertai Iman yang kokoh Isya Allah kita akan lulus mengikuti ujian lulus ebtanas dari Zat penguji. Seperti yang telah ditegaskan oleh Allah dalam Qur’an surat An-Nur: 26 bahwa: Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula).

Baca Juga: Etika dalam Islam

Salah satu anjuran Allah dan rasulNya adalah dengan memakai hijab yaitu penutup kepala kita, karena hanya wanita-wanita berhijab yang akan menjadi wanita soleha yang dapat mencium baunya syurga. Sungguh akan sangat merugi kita ketika rambut yang begitu indah kita mudahkan begitu saja untuk dibelai oleh kaum adam yang bukan muhrim kita. Dimana letak derajat kita sebagai wanita yang semestinya dilindungi? Kita malah memilih untuk masuk ke dalam jurang kesengsaraan.

Tidak ekstrim dan tidak pula fantik, akan tetapi ini adalah sebuah syariat sekaligus penjamin kita untuk memperoleh tiket masuk surga. Hidayah pun telah ada di depan mata kita, hanya kita saja yang belum menjemputnya. Cukup dengan berlandaskan atas niat dan kemauan insyaalah akan membawa kita pada keridhaan Allah. Firman Allah: “Allah tidak akan mengubah nasih suatu kaum, kecuali dirinya sendiri yang mengubahnya.” Dan Allah tidak akan menguji kaumNya diluar batas kemampuannya. Sungguh, Allah maha Goffur lagi maha Rahim. Ketahuilah, hal yang terindah dalam hidup ini ketika kita dilindungi oleh orang lain, dan akan terasa nikmat keindahan itu jika kita dilindungi oleh syariat. Rasulullah SAW pun telah menggambarkan keutamaan-keutamaan wanita penduduk surga dalam sabda beliau:
“Seandainya salah seorang wanita penduduk surga menengok penduduk bumi niscaya dia akan menyinari antara keduanya (penduduk surga dan penduduk bumi) dan akan memenuhinya bau wangi-wangian. Dan setengah dari kerudung wanita surga yang ada dikepalanya itu lebih baik dari pada dunia dan isinya.” (HR. Bukhari dari Anas bin Malik Radliyallahu ‘anhu).

Masya Allah, saat ini kita telah mengetahui betapa tingginya derajat seorang kaum wanita yang menutupi kepalanya dengan kerudung, mulailah detik ini untuk memakai hijab, karena sesungguhnya Indahnya ber-Hijab.

Senin, 14 Desember 2015

Etika dalam Islam

Etika Islam di jalan

Berjalan dengan sikap wajar dan tawadlu, tidak berlagak sombong di saat berjalan atau mengangkat kepala karena sombong atau mengalihkan wajah dari orang lain karena takabbur. Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman yang artinya:
“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri”. (Luqman: 18)
Etika Islam


Memelihara pandangan mata, baik bagi laki-laki maupun perempuan. Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman yang artinya:
“Katakanlah kepada orang laki-laki beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memeliharan kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Yang Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Dan katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya…” (An-Nur: 30-31)

Tidak mengganggu, yaitu tidak membuatng kotoran, sisa makanan di jalan-jalan manusia, dan tidak buang air besar atau kecil di situ atau di tempat yang dijadikan tempat mereka bernaung.

Menyingkirkan gangguan dari jalan. Ini merupakan sedekah yang karenanya seseorang bisa masuk surga. Dari Abu Hurairah Radhiallaahu ‘anhu diriwayatkan bahwasanya Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ketika ada seseorang sedang berjalan di suatu jalan, ia menemukan dahan berduri di jalan tersebut, lalu orang itu menyingkirkannya. Maka Allah bersyukur kepadany dan mengampuni dosanya…” Di dalam suatu riwayat disebutkan: maka Allah memasukkannya ke surga”. (Muttafaq’alaih).

Baca Juga: Resiko Selingkuh

Menjawab salam orang yang dikenal ataupun yang tidak dikenal. Ini hukumnya wajib, karena Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ada lima perkara wajib bagi seorang muslim terhadap saudaranya - diantaranya: menjawab salam” (Muttafaq ‘alaih).

Beramar ma’ruf dan nahi munkar. ini juga wajib dilakukan oleh setiap muslim, masih-masing sesuai kemampuannya.

Menunjukkan orang yang tersesat (salah jalan), memberikan bantuan kepada oranyang membutuhkan dan menegur orang yang berbuat keliru serta membela orang yang teraniaya. Di dalam hadits disebutkan: “Setiap persendian manusia mempunyai kewajiban sedekah…dan disebutkan diantaranya: berbuat adil di antara manusia adalah sedekah, menolong dan membawanya di atas kendaraannya adalah sedekah atau mengangkatkan barang-barangnya ke atas kendaraannya adalah sedekah dan menunjukkan jalan adalah sedekah…” (Muttafaq alaih).

Perempuan hendaknya berjalan di pinggir jalan. Pada suatu ketika Nabi pernah melihat campur baurnya laki-laki dengan wanita di jalanan, maka ia bersabda kepada wanita: “Meminggirlah kalian, kalian tidak layak memenuhi jalan, hendaklah kalian menelusuri pinggir jalan. (HR. Abu Daud, dan dinilai shahih oleh Al-Albani).

Tidak ngebut bila mengendarai mobil khususnya di jalan-jalan yang ramai dengan pejalan kaki, melapangkan jalan untuk orang lain dan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk lewat. Semua itu tergolong di dalam tolong menolong shahih oleh Al-Albani).

Tidak ngebut bila mengendarai mobil khususnya di jalan-jalan yang ramai dengan pejalan kaki, melapangkan jalan untuk orang lain dan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk lewat. Semua itu tergolong di dalam tolong-menolong di dalam kebajikan.

Etika Islam Membaca Al-Qur’an

Sebaiknya orang yang membaca Al-Qur’an dalam keadaan sudah berwudhu, suci pakaiannya, badannya dan tempatnya serta telah bergosok gigi. Hendaknya memilih tempat yang tenang dan waktunya pun pas, karena hal tersebut lebih dapat konstentrasi dan jiwa lebih tenang
Hendaknya memulai taliwah dengan ta’awwudz, kemudian basmalah pada setiap awal surah selainsurah Al-Taubah Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman yang artinya: “Apabila kamu akan membaca Al-Quran, maka memohon perlindunganlah kamu kepada ALlah dari godaan syetan yang terkutuk”. (An-Nahl: 98).